Rabu, 21 November 2012



PASANG SURUT SAINS
DALAM PERADABAN ISLAM

A.                KEMAJUAN  SAINS  DALAM  PERADABAN  ISLAM

Salah satu implikasi atau dampak positif yang dihasilkan dari perluasan wilayah selain semakin bertambahnya jumlah pemeluk islam juga berdampak pada berkembangnya ppusat – pusat peradaban islam. Perkembangan tersebut mengakibatkan asimilasi dan akulturasi antara peradaban local dan baru yang dibawa oleh islam sehingga menghasilkan peradaban baru yang memperkaya khazanah peradaban islam.

Ø  Ummat Islam Abad I Hijriyah
Pada masa awal islam, ilmu pengetahuan yang berkembang dikategorikan menjadi ilmu naql ( al-ulum al-naqliyah ) yang bersumber pada Al- Qur’an, dan ilmu aql ( al–ulum al-aqliyah ) yang bersumber pada akal pikiran manusia.
Pada masa Khulafaur Rasyidin kurang lebih 30 tahun ( 632 M – 661 M), ilmu yang paling berkembang adalah ilmu naqliyah daripada aqliyah, ini dikarenakan para sahabat setia yang patuh menjalankan sesuatu berdasarkan Al-Qur’an dan sunnanh Nabi. Diantara ilmu yang berkembang adalah ilmu qiroat ( Bacaan Al-Qura’n ), ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu nahwu, khath Al-Qura’an, dan ilmu fiqh. Adajuga ilmu kedokteran namun belum banyak dikembangkan. Meskipun begitu ada salah seorang dokter ternama yang berasal dari Thaif yaitu al-Harits Bin Kaldah (w. 13 H) .
Pada masa Bani Umayyah (41 – 132 H / 661 – 750 M) kurang lebih satu abad berkuasa,kemajuan sains berkembang pesat.  Salah satu cara untuk mendorong agar ilmu pengetahuan itu berkembang adalah dengan memberikan motivasi dan anggaran yang cukup besar yang diberikan untuk para ulama, ilmuan, seniman, dan sastrawan. Tujuannya agar para ulama, ilmuan, sastrawan dan seniman  bekerja secara maksimal dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam, dan tidak lagi memikirkan masalah keuangan rumah tangga mereka . Diantara ilmu yang berkembang adalah ilmu agama ( ilmu al-qur’an, ilmu hadist, ilmu fiqh ) , ilmu sejarah dan geografi dan ilmu kedokteran

Ø  Ummat Islam Abad V Hijriyah
Perkembangan sains pada peradaban islam abad V Hijriyah, dikenal dengan peradaban islam periode klasik yakni pada masa dinasti Bani Abbasiyah (132 – 656 H / 750 – 1258 M). Pada masa ini, peradaban islam paling berkembang dengan menghasilkan karya yang monumental dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, peradaban islam, social budaya dan sebagainya.Salah satu kemajuan pada masa ini adalah kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Upaya pengembangan ini mendapat tanggapan yang sangat baik dari ilmuan karena dinasti Bani Abbasiyah telah menyiapkan segalanya untuk kepentingan tersebut. Diantara fasilitas yang diberikan adalah mereka memberikan fasilitas kepada para ilmuwan, ulama, berupa pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah, seperti Baitul Hikmah, majelis Munadzarah, dan pusat-pusat studi lain, seperti Zawiyah, hanqah,kuttab, bahkan perguruan tinggi berupa Madrasah Nidhamiyah. Selain itu, para ilmuan digaji sangat tinggi dan kebutuhan hidup mereka dijamin Negara sehingga mereka melakukan riset sangat serius tanpa memikirkan hal-hal lain di luar riset dan penulisan karya-karya mereka. Bahkan khalifah Bani Abbasiyah meminta siapa saja termasuk para pejabat dan tentara yang kebetulan memasuki wilayah baru, untuk mencari naskah-naskah yang berisi ilmu pengetahuan dan peradaban untuk dibeli kemudian diterjamahkan ke dalam bahasa arab. Dari proses inilah yang dijadikan bahan rujukan bagi ilmuwan modern.
Bidang – bidang ilmu pengetahuan yang dikembangkan adalah :
·         Filsafat, tokohnya adalah :
-          Abu Yusuf Ya’kub bin Ishak bin Sabbah bin Imron al-Ash’ats bin Qays al - Kindi (185-260 H / 801 – 873 M)
-          Abu Nasr Muhammad al – Faraby (258-339 H / 870-950 M) Karyanya adalah Fusus Al Hikam,Al Mufarriqat,Ara’u ahl al-Madinah al-Fadhilah, Filsafat Emanasi / Pancaran (Pemikiran yang sangat cemerlang)
-          Abu Ali Husein bin Abdillah bin Sina (370-428 H / 980-1037 M) Karyanya adalah al-Qanun fi al-thibb (Ensiklopedia Kedokteran) karya ini menjadi bahan rujukan para ilmuwan dan dokter dunia hingga abad ke 18 M.
-          Ibnu Bajjah (w. 533H / 1138 M) Karyanya adalah Risalatul Wada akhlak, kitab al nabat,risalah al-ittishal al-aql bil insane, tadbir al-mutawahhid,kitab al-nafs,risalah al-ghuyah al-insaniyah dll.
-          Abu Bakar Muhammad Bin Abdul Malik Bin Muhammad Bin Muhammad Bin Tufail (w. 581H / 1186 M) Karyanya hay bin yaqdzan ( si hidup bin si bangkit)
-          Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al Ghazali ( 1059 – 1111 M) Karyanya al-munqidz min al dhalal (Penyelamat dalam kesesatan), Tahafut al falasifah (Kerancuan pemikiran para filosof)
-          Abu Al Walid Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad Bin Rusyd ( 520-595 H /1126-1196 M) Karyanya Bidayah Al Mujtahid (ilmu hukum), kitab al kullya (ilmu kedokteran).
·         Ilmu Kalam, tokohnya adalah :
-          Washil Bin Atha
-          Baqhilani Asyary
-          Ghazali
-          Sajastani
·         Ilmu Kedokteran, tokohnya adalah:
-          Al Razi
-          Ibnu Sina
·         Ilmu Kimia, tokohnya adalah:
-          Jabir Ibn Hayyan
-          Ibn Haytham
·         Matematika, tokohnya adalah:
-          Muhammad Bin Musa Al Khawarizmi (780-850 M)
·         Dan lain sebagainya
Ummat Islam sebagai Pelopor Sains
o   Pelopor research tentang alam
o   Pelopor experimental science
ISLAM mendorong Pengembangan Sains
o  Q.S. Al-’alaq: 1-5

o   Q.S. Ali-imran:190-191


Ayat tersebut mnjadi dasar epistemology ddan ideology yang mengarahkan sikap mereka untuk bertransendensi dengan Sang Pencipta, yang menjadikannya berbeda dengan saintist yang tidak beriman.
            Selain itu islam juga mengajarkan, bahwa dunia ini bersifat fana dan akan berganti alam akhirat yang abadi. Maksudnya dunia yang dihuni oleh manusia akan mengalami kehancuran, sehingga manusia yang menggantungkan harapan hanya pada dunia merupakan kesia – siaan sebab masih ada dunia lain setelah kehidupan ini.
o   Q.S. Al-jatsiyah:13


Dengan firman Allah tersebut, semakin terbuka jalan kemajuan bagi teknologi dan sains yang akan menggarap bahan – bahan mentah menjadi hasil industry yang lebih bermanfaat. Ayat ini memberikan legitimasi terhadap semua usaha eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.
Islam menuntun teknologi dan sains kepada kehidupan yang menguntungkan manusia dunia akhirat, agar terhindar dari kehancuran karena keteledoran tangannya sendiri maupun karena siksa dan kemurkaan Allah..
Ø  Factor pendorong kemajuan :
         Universalisme
Universalisme = Ukhuwwah Islamiyyah
Pendorong Ukhuwwah Islamiyyah:
-          Keyakinan
-          Tujuan Hidup
-          ikatan Kebersamaan Ummat Islam
Ummat Islam(Q.S. Ali-Imran: 110)
o   Beriman kepada Allah
o   Melarang
o   Berbuat Munkar
o   Mengajak kepada Kebaikan

         Toleransi
Mau Berbagi Ilmu  
Mau Menerima Ilmu
Toleransi + Universalisme :
Ummat Islam + Toleransi ->  Tidak teriolasi dan Rahmat bagi semesta alam
         Karakter Pasar Internasional
Karakter Pasar Internasional = Luasnya Jaringan Perdagangan
Luas daerah kekuasaan Islam pada Dinasti Abbasiyahdari India di Timur sampai dengan  Andalusia di Barat
Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan)  menjadikan sains-teknologi di dunia Islam maju
         Penghargaan terhadap sains dan saintis
         Kesesuaian antara tujuan dan alat/cara

v  Efek negative kemajuan sains
            Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tampak jelas memberikan buah yang sangat menyenangkan bagi kehidupan lahiriah umat manusia. Dan m anusia merasa telah mampu mengeksploitasi kekayaan – kekayaan dunia secara besar – besaran. Permasalahannya, kemajuan yang pesat dibidang material lahiriah itu diikuti dengan merosotnya kehidupan beragama. Karena menurut perspektif kami, hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, kecenderungan umat manusia mencintai manusia melampaui batas dan mengikuti hawa nafsu secara berlebihan atau tidak terkendali. Kedua,   terdapat ajaran – ajaran agama yang tidak logis, yang merusak kerusakan manusia dan tidak sesuai dengan nilai - nilai ilmu pengetahuan.
-                      Sains dan nilai (etika atau moral)
-                      harus berjalan bersamaan
-           
v  Perkembangan Sains Teknologi dan bahayanya
            Allah SWT telah menganugerahkan akal kepada manusia sehingga manusia bisa berpikir kritis dan logis. Demikian pula Islam datang dengan memuliakan sekaligus mengaktifkan kerja akal dan menuntunnya kearah pemikiran islam yang rohmatan lil ‘alamin (islam menempatkan akal supaya manusia bisa membedakan haq dan batil). Allah juga memberi kemampuan – kemampuan kepada manusia bersifat rohani ( kognitif, emotif, dan efektif ) dan jasmani ( panca indra ). Kedua kemampuan itu diciptakan untuk supaya manusia dapat berhubungan dengan baik dan tetap survive dalam kehidpuan kesehariannya seperti dalam firman Allah Qs. Al- baqarah : 29 yang artinya “Dialah Tuhan yang telah menjadikan semua itu untukmu”. Maka sebagai manusia harus dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal sehingga bisa mengelola alam dengan secara baik supaya berkembanglah sains dan teknologi dan mencapai eksplorasi alam yang bersahabat, sebagai hasil kerja akal yang berfikir sistematis.
            Jika pengembangan teknologi dan sains tidak diiringi dengan kesadaran hidup beragama tentulah manusia akan merosot martabatnya secara drastis. Artinya, sains dan teknologi yang awalnya ditujukan untuk mempermudah kegiatan dan keinginan manusia dalam kehidupan sehari – hari agar menjadikan hidup manusia lebih tentram dan bahagia justru akan menjadi penghancur bagi manusia. Sebagaimana dikatakan Thomas Hobbes homo homini lupus ( hukum rimba ) bahwa manusia yang satu menjadi ancaman yang lain.
            Seperti yang diketahui bahwa sumber – sumber alam konvensional itu terbatas. Setelah sumber – sumber tersebut menipis manusia akan beralih ke sumber tenaga yang non konvensional misalnya nuklir. Jika digunakan dengan baik nuklir akan sangat bermanfaat bagi manusia dan sebaliknya.


B.            KEMUNDURAN SAINS DALAM ISLAM

Faktor penyebab kemunduran Sains dalam Islam dikelompokkan menjadi dua, internal dan eksternal.
Menurut Profesor Sabra (Harvard) dan David King (Frankfurt), kemunduran itu dikarenakan pada masa terkemudian kegiatan saintifik lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis agama. Arithmetika dipelajari karena penting untuk menghitung pembagian harta warisan. Astronomi dan geometri (atau lebih tepatnya trigonometri) diajarkan terutama untuk membantu para muwaqqit menentukan arah kiblat dan menetapkan jadwal shalat. Penjelasan semacam ini tidak terlalu tepat, sebab asas manfaat ini acapkali justru berperan sebaliknya, menjadi faktor pemicu perkembangan dan kemajuan sains.
Jawaban lain menyatakan bahwa oposisi kaum konservatif, krisis ekonomi dan politik, serta keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama penyebab kematian sains di dunia Islam. Ini pendapat David Lindberg (1992). Menurutnya, sains dan saintis pada masa itu seringkali ditentang dan disudutkan. Ia menunjuk kasus pembakaran buku-buku sains dan filsafat yang terjadi antara lain di Cordoba. Tak dapat dipungkiri bahwa krisis ekonomi dan kekacauan politik amat berpengaruh terhadap perkembangan sains. Konflik berkepanjangan disertai perang saudara telah mengakibatkan disintegrasi, krisis militer dan hancurnya ekonomi.
Padahal, kata Lindberg, a flourishing scientific enterprise requires peace, prosperity, and patronage.Tiga pilar ini mulai absen di dunia Islam menjelang abad ke-13  Masehi. Semua inidiperparah dengan datangnya serangan tentara Salib, pembantaian riconquista di Spanyol, dan invasi Mongol yang meluluh-lantakkan Baghdad pada 1258. Tidak sedikit perpustakaan dan berbagai fasilitas riset dan pendidikan porak-poranda. Ekonomi pun lumpuh dan, sebagai akibatnya, sains berjalan tertatih-tatih.
Faktor ketiga yang ditunjuk Lindberg biasa disebut „marginality thesis‟. Sains di dunia Islam tidak bisa maju karena konon selalu dipinggirkan atau dianak-tirikan. 15 Akibatnya, sains tidak pernah secara resmi diakui sebagai salah satu mata pelajaran atau bidang studi tersendiri. Pengajaran sains hanya bisa dilakukan dengan cara „nebeng-nebeng atau diselipkan bersama subjek lainnya. Seberapa jauh kebenaran tesis ini masih terbuka untuk diperdebatkan. Pada level yang lebih tinggi, hal ini berimplikasi pada riset dan pengembangan. Konon para saintis saat itu banyak yang bekerja sendiri-sendiri, di laboratorium milik pribadi, meskipun disponsori dan dilindungi oleh patronnya. Namun demikian tidak ada lembaga khusus yang menampung mereka. Kesimpulan semacam ini agak problematik. Pertama, karena mencerminkan generalisasi yang tergesa-gesa dan, kedua, karena institutionalisasi tidak selalu berdampak positif tetapi bisa juga berakibat sebaliknya.
Selain itu, beberapa faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi, langkanya imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga dianggap  ebagai penyebab stagnasi sains di dunia Islam. Pendapat ini disanggah oleh Toby Huff. Menurutnya, mengapa di dunia Islam yang terjadi justru kejumudan dan bukan revolusi sains lebih disebabkan oleh masalah sosial budaya ketimbang oleh hal-hal tersebut diatas. Buktinya, Copernicus pun didapati menggunakan model dan instrumen yang didesain oleh at-Tusi. Tradisi saintifik Islam, tegas Huff, juga terbukti cukup kaya dengan pelbagai teknik eksperimen dalam bidang astronomi, optik maupun kedokteran.
Oleh karena itu Huff lebih cenderung menyalahkan iklim sosial-kultural-politik saat itu yang dianggapnya gagal menumbuhkan semangat universalisme dan otonomi kelembagaan di satu sisi, dan membiarkan partikularisme serta elitisme tumbuh berkembang-biak. Di sisi lain, Huff menilai tidak terdapatnya skeptisisme yang terorganisir dan dedikasi murni turut mempengaruhi perkembangan sains di dunia Islam.
Ada juga klaim yang menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme Memang benar, seiring dengan kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai 16 gerakan moral spiritual yang dipelopori oleh kaum sufi. Intinya adalah penyucian jiwa dan pembinaan diri secara lebih intensif dan terencana. Pada perkembangannya, gerakan-gerakan tersebut kemudian mengkristal jadi tarekat-tarekat dengan pengikut yang kebanyakannya orang awam. Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung-jawab melahirkan sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) dan menumbuhkan sikap irrasional dikalangan masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang lebih tertarik pada aspek-aspek mistik supernatural seperti keramat, kesaktian, dan sebagainya ketimbang pada aspek ritual dan moralnya. Obsesi untuk memperoleh kesaktian dan kegandrungan pada hal-hal tersebut pada gilirannya menyuburkan berbagai bentuk bid‟ah,  takhayyul dan khurafat.
 Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi ilmu sihir, pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan perjimatan. Jadi lebih tepat jika dikatakan
bahwa kemunduran sains disebabkan oleh praktek-praktek semacam ini, dan bukan oleh ajaran tasawuf.

Daftar pustaka :
Murodi. 2008.  Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang : Toha Putra
Alim, Sahirul. 1996. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi Dan Islam. Yogyakarta : Titian Ilahi Press