PASANG
SURUT SAINS
DALAM
PERADABAN ISLAM
A.
KEMAJUAN SAINS
DALAM PERADABAN
ISLAM
Salah
satu implikasi atau dampak positif yang dihasilkan dari perluasan wilayah
selain semakin bertambahnya jumlah pemeluk islam juga berdampak pada
berkembangnya ppusat – pusat peradaban islam. Perkembangan tersebut
mengakibatkan asimilasi dan akulturasi antara peradaban local dan baru yang
dibawa oleh islam sehingga menghasilkan peradaban baru yang memperkaya khazanah
peradaban islam.
Ø Ummat Islam Abad I Hijriyah
Pada
masa awal islam, ilmu pengetahuan yang berkembang dikategorikan menjadi ilmu naql ( al-ulum al-naqliyah ) yang bersumber pada Al- Qur’an, dan ilmu aql ( al–ulum al-aqliyah ) yang
bersumber pada akal pikiran manusia.
Pada
masa Khulafaur Rasyidin kurang lebih 30 tahun ( 632 M – 661 M), ilmu yang paling berkembang adalah
ilmu naqliyah daripada aqliyah, ini dikarenakan para sahabat setia yang patuh
menjalankan sesuatu berdasarkan Al-Qur’an dan sunnanh Nabi. Diantara ilmu yang
berkembang adalah ilmu qiroat ( Bacaan Al-Qura’n ), ilmu tafsir, ilmu hadist,
ilmu nahwu, khath Al-Qura’an, dan ilmu fiqh. Adajuga ilmu kedokteran namun
belum banyak dikembangkan. Meskipun begitu ada salah seorang dokter ternama
yang berasal dari Thaif yaitu al-Harits Bin Kaldah (w. 13 H) .
Pada
masa Bani Umayyah (41 – 132 H / 661 – 750 M) kurang lebih satu abad
berkuasa,kemajuan sains berkembang pesat. Salah satu cara untuk mendorong agar ilmu
pengetahuan itu berkembang adalah dengan memberikan motivasi dan anggaran yang
cukup besar yang diberikan untuk para ulama, ilmuan, seniman, dan sastrawan.
Tujuannya agar para ulama, ilmuan, sastrawan dan seniman bekerja secara maksimal dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan Islam, dan tidak lagi memikirkan masalah keuangan rumah tangga
mereka . Diantara ilmu yang berkembang adalah ilmu agama ( ilmu al-qur’an, ilmu
hadist, ilmu fiqh ) , ilmu sejarah dan geografi dan ilmu kedokteran
Ø Ummat Islam Abad V Hijriyah
Perkembangan
sains pada peradaban islam abad V Hijriyah, dikenal dengan peradaban islam
periode klasik yakni pada masa dinasti Bani Abbasiyah (132 – 656 H / 750 – 1258
M). Pada masa ini, peradaban islam paling berkembang dengan menghasilkan karya
yang monumental dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, peradaban islam, social
budaya dan sebagainya.Salah satu kemajuan pada masa ini adalah kemajuan dalam
ilmu pengetahuan. Upaya pengembangan ini mendapat tanggapan yang sangat baik
dari ilmuan karena dinasti Bani Abbasiyah telah menyiapkan segalanya untuk
kepentingan tersebut. Diantara fasilitas yang diberikan adalah mereka
memberikan fasilitas kepada para ilmuwan, ulama, berupa pembangunan pusat-pusat
riset dan terjemah, seperti Baitul Hikmah, majelis Munadzarah, dan pusat-pusat
studi lain, seperti Zawiyah, hanqah,kuttab, bahkan perguruan tinggi berupa
Madrasah Nidhamiyah. Selain itu, para ilmuan digaji sangat tinggi dan kebutuhan
hidup mereka dijamin Negara sehingga mereka melakukan riset sangat serius tanpa
memikirkan hal-hal lain di luar riset dan penulisan karya-karya mereka. Bahkan
khalifah Bani Abbasiyah meminta siapa saja termasuk para pejabat dan tentara
yang kebetulan memasuki wilayah baru, untuk mencari naskah-naskah yang berisi
ilmu pengetahuan dan peradaban untuk dibeli kemudian diterjamahkan ke dalam
bahasa arab. Dari proses inilah yang dijadikan bahan rujukan bagi ilmuwan
modern.
Bidang – bidang ilmu
pengetahuan yang dikembangkan adalah :
·
Filsafat,
tokohnya adalah :
-
Abu
Yusuf Ya’kub bin Ishak bin Sabbah bin Imron al-Ash’ats bin Qays al - Kindi
(185-260 H / 801 – 873 M)
-
Abu
Nasr Muhammad al – Faraby (258-339 H / 870-950 M) Karyanya adalah Fusus Al
Hikam,Al Mufarriqat,Ara’u ahl al-Madinah al-Fadhilah, Filsafat Emanasi / Pancaran
(Pemikiran yang sangat cemerlang)
-
Abu
Ali Husein bin Abdillah bin Sina (370-428 H / 980-1037 M) Karyanya adalah
al-Qanun fi al-thibb (Ensiklopedia Kedokteran) karya ini menjadi bahan rujukan
para ilmuwan dan dokter dunia hingga abad ke 18 M.
-
Ibnu
Bajjah (w. 533H / 1138 M) Karyanya adalah Risalatul Wada akhlak, kitab al
nabat,risalah al-ittishal al-aql bil insane, tadbir al-mutawahhid,kitab
al-nafs,risalah al-ghuyah al-insaniyah dll.
-
Abu
Bakar Muhammad Bin Abdul Malik Bin Muhammad Bin Muhammad Bin Tufail (w. 581H /
1186 M) Karyanya hay bin yaqdzan ( si hidup bin si bangkit)
-
Abu
Hamid Muhammad Bin Muhammad Al Ghazali ( 1059 – 1111 M) Karyanya al-munqidz min
al dhalal (Penyelamat dalam kesesatan), Tahafut al falasifah (Kerancuan
pemikiran para filosof)
-
Abu
Al Walid Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad Bin Rusyd ( 520-595 H /1126-1196 M)
Karyanya Bidayah Al Mujtahid (ilmu hukum), kitab al kullya (ilmu kedokteran).
·
Ilmu
Kalam, tokohnya adalah :
-
Washil
Bin Atha
-
Baqhilani
Asyary
-
Ghazali
-
Sajastani
·
Ilmu
Kedokteran, tokohnya adalah:
-
Al
Razi
-
Ibnu
Sina
·
Ilmu
Kimia, tokohnya adalah:
-
Jabir
Ibn Hayyan
-
Ibn
Haytham
·
Matematika,
tokohnya adalah:
-
Muhammad
Bin Musa Al Khawarizmi (780-850 M)
·
Dan
lain sebagainya
Ummat Islam sebagai Pelopor Sains
o
Pelopor research tentang alam
o
Pelopor experimental
science
ISLAM mendorong Pengembangan Sains
o Q.S. Al-’alaq: 1-5
o
Q.S.
Ali-imran:190-191
Ayat
tersebut mnjadi dasar epistemology ddan ideology yang mengarahkan sikap mereka
untuk bertransendensi dengan Sang Pencipta, yang menjadikannya berbeda dengan
saintist yang tidak beriman.
Selain itu islam juga mengajarkan,
bahwa dunia ini bersifat fana dan akan berganti alam akhirat yang abadi.
Maksudnya dunia yang dihuni oleh manusia akan mengalami kehancuran, sehingga
manusia yang menggantungkan harapan hanya pada dunia merupakan kesia – siaan
sebab masih ada dunia lain setelah kehidupan ini.
o
Q.S.
Al-jatsiyah:13
Dengan
firman Allah tersebut, semakin terbuka jalan kemajuan bagi teknologi dan sains
yang akan menggarap bahan – bahan mentah menjadi hasil industry yang lebih
bermanfaat. Ayat ini memberikan legitimasi terhadap semua usaha eksplorasi dan
eksploitasi kekayaan alam.
Islam
menuntun teknologi dan sains kepada kehidupan yang menguntungkan manusia dunia
akhirat, agar terhindar dari kehancuran karena keteledoran tangannya sendiri
maupun karena siksa dan kemurkaan Allah..
Ø Factor
pendorong kemajuan :
•
Universalisme
Universalisme = Ukhuwwah Islamiyyah
Pendorong Ukhuwwah
Islamiyyah:
-
Keyakinan
-
Tujuan
Hidup
-
ikatan Kebersamaan Ummat Islam
Ummat
Islam(Q.S. Ali-Imran: 110)
o
Beriman
kepada Allah
o
Melarang
o
Berbuat
Munkar
o
Mengajak
kepada Kebaikan
•
Toleransi
Mau
Berbagi Ilmu
Mau Menerima Ilmu
Toleransi +
Universalisme :
Ummat
Islam +
Toleransi -> Tidak teriolasi
dan Rahmat bagi semesta alam
•
Karakter
Pasar Internasional
Karakter
Pasar Internasional = Luasnya Jaringan Perdagangan
Luas
daerah kekuasaan Islam pada Dinasti Abbasiyah = dari
India di
Timur sampai dengan Andalusia
di Barat
Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk mencari ilmu
pengetahuan) menjadikan
sains-teknologi di dunia Islam maju
•
Penghargaan
terhadap sains dan saintis
•
Kesesuaian
antara tujuan dan alat/cara
v Efek negative kemajuan sains
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi tampak jelas memberikan buah yang sangat menyenangkan bagi
kehidupan lahiriah umat manusia. Dan m anusia merasa telah mampu
mengeksploitasi kekayaan – kekayaan dunia secara besar – besaran. Permasalahannya,
kemajuan yang pesat dibidang material lahiriah itu diikuti dengan merosotnya
kehidupan beragama. Karena menurut perspektif kami, hal ini terjadi karena dua
sebab. Pertama, kecenderungan umat manusia mencintai manusia melampaui batas
dan mengikuti hawa nafsu secara berlebihan atau tidak terkendali. Kedua, terdapat ajaran –
ajaran agama yang tidak logis, yang merusak kerusakan manusia dan tidak sesuai
dengan nilai - nilai ilmu pengetahuan.
-
Sains
dan nilai (etika atau moral)
-
harus
berjalan bersamaan
-
v Perkembangan Sains Teknologi dan
bahayanya
Allah SWT telah menganugerahkan akal
kepada manusia sehingga manusia bisa berpikir kritis dan logis. Demikian pula
Islam datang dengan memuliakan sekaligus mengaktifkan kerja akal dan
menuntunnya kearah pemikiran islam yang rohmatan lil ‘alamin (islam menempatkan
akal supaya manusia bisa membedakan haq dan batil). Allah juga memberi
kemampuan – kemampuan kepada manusia bersifat rohani ( kognitif, emotif, dan
efektif ) dan jasmani ( panca indra ). Kedua kemampuan itu diciptakan untuk
supaya manusia dapat berhubungan dengan baik dan tetap survive dalam kehidpuan
kesehariannya seperti dalam firman Allah Qs. Al- baqarah : 29 yang artinya
“Dialah Tuhan yang telah menjadikan semua itu untukmu”. Maka sebagai manusia
harus dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal sehingga bisa mengelola
alam dengan secara baik supaya berkembanglah sains dan teknologi dan mencapai eksplorasi
alam yang bersahabat, sebagai hasil kerja akal yang berfikir sistematis.
Jika pengembangan teknologi dan
sains tidak diiringi dengan kesadaran hidup beragama tentulah manusia akan merosot
martabatnya secara drastis. Artinya, sains dan teknologi yang awalnya ditujukan
untuk mempermudah kegiatan dan keinginan manusia dalam kehidupan sehari – hari
agar menjadikan hidup manusia lebih tentram dan bahagia justru akan menjadi
penghancur bagi manusia. Sebagaimana dikatakan Thomas Hobbes homo homini lupus
( hukum rimba ) bahwa manusia yang satu menjadi ancaman yang lain.
Seperti yang diketahui bahwa sumber
– sumber alam konvensional itu terbatas. Setelah sumber – sumber tersebut
menipis manusia akan beralih ke sumber tenaga yang non konvensional misalnya
nuklir. Jika digunakan dengan baik nuklir akan sangat bermanfaat bagi manusia
dan sebaliknya.
B.
KEMUNDURAN
SAINS DALAM ISLAM
Faktor penyebab
kemunduran Sains dalam Islam dikelompokkan menjadi dua, internal dan eksternal.
Menurut
Profesor Sabra (Harvard) dan David King (Frankfurt), kemunduran itu dikarenakan
pada masa terkemudian kegiatan saintifik lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
praktis agama. Arithmetika dipelajari karena penting untuk menghitung pembagian
harta warisan. Astronomi dan geometri (atau lebih tepatnya trigonometri) diajarkan
terutama untuk membantu para muwaqqit menentukan arah kiblat dan
menetapkan jadwal shalat. Penjelasan semacam ini tidak terlalu tepat, sebab
asas manfaat ini acapkali justru berperan sebaliknya, menjadi faktor pemicu
perkembangan dan kemajuan sains.
Jawaban
lain menyatakan bahwa oposisi kaum konservatif, krisis ekonomi dan politik,
serta keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama penyebab kematian
sains di dunia Islam. Ini pendapat David Lindberg (1992). Menurutnya, sains dan
saintis pada masa itu seringkali ditentang dan disudutkan. Ia menunjuk kasus pembakaran
buku-buku sains dan filsafat yang terjadi antara lain di Cordoba. Tak dapat dipungkiri
bahwa krisis ekonomi dan kekacauan politik amat berpengaruh terhadap perkembangan
sains. Konflik berkepanjangan disertai perang saudara telah mengakibatkan
disintegrasi, krisis militer dan hancurnya ekonomi.
Padahal,
kata Lindberg, a flourishing scientific enterprise requires peace,
prosperity, and patronage.Tiga pilar ini mulai absen di dunia Islam
menjelang abad ke-13 Masehi. Semua
inidiperparah dengan datangnya serangan tentara Salib, pembantaian riconquista
di Spanyol, dan invasi Mongol yang meluluh-lantakkan Baghdad pada 1258. Tidak
sedikit perpustakaan dan berbagai fasilitas riset dan pendidikan porak-poranda.
Ekonomi pun lumpuh dan, sebagai akibatnya, sains berjalan tertatih-tatih.
Faktor
ketiga yang ditunjuk Lindberg biasa disebut „marginality thesis‟. Sains
di dunia Islam tidak bisa maju karena konon selalu dipinggirkan atau dianak-tirikan.
15 Akibatnya, sains tidak pernah secara resmi diakui sebagai salah satu mata
pelajaran atau bidang studi tersendiri. Pengajaran sains hanya bisa dilakukan
dengan cara „nebeng-nebeng atau diselipkan bersama subjek lainnya. Seberapa
jauh kebenaran tesis ini masih terbuka untuk diperdebatkan. Pada level yang
lebih tinggi, hal ini berimplikasi pada riset dan pengembangan. Konon para
saintis saat itu banyak yang bekerja sendiri-sendiri, di laboratorium milik
pribadi, meskipun disponsori dan dilindungi oleh patronnya. Namun demikian
tidak ada lembaga khusus yang menampung mereka. Kesimpulan semacam ini agak
problematik. Pertama, karena mencerminkan generalisasi yang tergesa-gesa dan,
kedua, karena institutionalisasi tidak selalu berdampak positif tetapi bisa
juga berakibat sebaliknya.
Selain
itu, beberapa faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi,
langkanya imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga dianggap ebagai penyebab stagnasi sains di dunia
Islam. Pendapat ini disanggah oleh Toby Huff. Menurutnya, mengapa di dunia
Islam yang terjadi justru kejumudan dan bukan revolusi sains lebih disebabkan
oleh masalah sosial budaya ketimbang oleh hal-hal tersebut diatas. Buktinya,
Copernicus pun didapati menggunakan model dan instrumen yang didesain oleh
at-Tusi. Tradisi saintifik Islam, tegas Huff, juga terbukti cukup kaya dengan
pelbagai teknik eksperimen dalam bidang astronomi, optik maupun kedokteran.
Oleh
karena itu Huff lebih cenderung menyalahkan iklim sosial-kultural-politik saat
itu yang dianggapnya gagal menumbuhkan semangat universalisme dan otonomi kelembagaan
di satu sisi, dan membiarkan partikularisme serta elitisme tumbuh berkembang-biak.
Di sisi lain, Huff menilai tidak terdapatnya skeptisisme yang terorganisir dan
dedikasi murni turut mempengaruhi perkembangan sains di dunia Islam.
Ada
juga klaim yang menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme Memang benar,
seiring dengan kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai 16 gerakan
moral spiritual yang dipelopori oleh kaum sufi. Intinya adalah penyucian jiwa dan
pembinaan diri secara lebih intensif dan terencana. Pada perkembangannya, gerakan-gerakan
tersebut kemudian mengkristal jadi tarekat-tarekat dengan pengikut yang
kebanyakannya orang awam. Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung-jawab melahirkan
sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) dan menumbuhkan sikap irrasional
dikalangan masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang lebih tertarik pada
aspek-aspek mistik supernatural seperti keramat, kesaktian, dan sebagainya
ketimbang pada aspek ritual dan moralnya. Obsesi untuk memperoleh kesaktian dan
kegandrungan pada hal-hal tersebut pada gilirannya menyuburkan berbagai bentuk
bid‟ah, takhayyul dan khurafat.
Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi
ilmu sihir, pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan
perjimatan. Jadi lebih tepat jika dikatakan
bahwa kemunduran sains disebabkan oleh
praktek-praktek semacam ini, dan bukan oleh ajaran tasawuf.
Daftar
pustaka :
Murodi.
2008. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang : Toha Putra
Alim,
Sahirul. 1996. Menguak Keterpaduan Sains,
Teknologi Dan Islam. Yogyakarta : Titian Ilahi Press